Entri Unggulan
Dinamika Islam dan Liberalisme, Jadi Bahasan Halaqah Instagram Pemuda Muslimin Indonesia Sulsel
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan akan menggelar diskusi daring dengan tajuk H...

Arus Muda »
Nasional
,
News
,
Sosial
»
Wakil Presiden Harap KUII ke-7 Mencari Makharij Wathaniyah dan Makharij Islamiyah
Wakil Presiden Harap KUII ke-7 Mencari Makharij Wathaniyah dan Makharij Islamiyah
PANGKAL PINANG, ARUSMUDA.COM - Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin, mengatakan, umat Islam belum menemukan figuritas yang tepat terkait sosok imamah (pemimpin) untuk menahkodai perjuangan dan gerakan umat Islam. Hal itu disampaikan Ma'ruf saat berdiskusi dan silaturahmi peserta Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-7 dengan Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan di Rumah Dinas Gubernur, Pangkal Pinang, Bangka, Rabu (26/2).
"Jika dulu kita mempersoalkan kesepakatan, perlu adanya imamah, memang itu perlu. Tapi, saya rasa sampai sekarang kita belum mendapatkan imamah sakhsiyyah lil muslimuun (sosok pemimpin pribadi umat Islam)," kata Ma'ruf.
Oleh karena itu, dia berkelakar, pada KUII ke-6 di Jogja 2015 silam, disepakati imamah institusionaliyah (pimpinan kelembagaan). "Apa itu, yaitu Majelis Ulama Indonesia," ujarnya.
Menurut dia, MUI memiliki tanggung jawab menyatukan umat Islam sebagai satu kekuatan dalam berperan besar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Jadi, yang paling penting sekarang bagaimana menyatukan umat Islam agar satu visi," kata dia.
MUI, lanjutnya, memiliki peran besar dalam menyatukan visi dan langkah umat Islam ke depan dalam berbagai sektor. Dia meyakini, umat Islam merasa belum puas dalam berperan besar di negeri ini.
"Karenanya, kita seringkali disebut besar di jumlah, tapi perannya kecil," ujarnya.
Termasuk dalam politik, umat Islam masih belum bisa bersatu dalam satu visi yang sama. Ia menyampaikan, umat Islam tidak bisa merebut kekuasaan. Akan tetapi, berkontribusi dalam kekuasaan untuk memperoleh kepercayaan, dimana nantinya umat Islam akan mendapatkan kepercayaan semestinya.
"Sebab, jika kita ambil kekuasaan dengan cara merebut, maka tatanan akan rusak. Tentu perlu ada pembangunan penguatan umat dan perbaikan umat," katanya.
Dia berpendapat, sebenarnya banyak tokoh Islam berperan besar di negeri ini. Namun, dinilai bukan bagian dari representasi umat, sehingga diperlukan langkah agar umat ini dalam pengaruh yang besar.
"Kami di Majelis Ulama belum mampu membuat itu semua terjadi. Makanya, kita kembali bahwa nahnu muslimuun wa nahnu Indunisiyyun (kami seorang muslim dan kami masyarakat Indonesia)," katanya.
Karenanya, gerakan keumatan jangan dikesankan seperti sedang berperang, berhadap-hadapan dengan musuh, apalagi jika diiringi dengan doa-doa perang. Kongres ini, jelas dia, punya peran strategis dalam rangka mencari makharij wathaniyah (solusi kebangsaan) dan makharij Islamiyah (solusi keislaman).
"Peran kita bukan merebut kekuasaan, tetapi bagaimana berpartisipasi. Sehingga peran itu akan diberikan kepada kita secara sukarela," tuturnya.
"Jika dulu kita mempersoalkan kesepakatan, perlu adanya imamah, memang itu perlu. Tapi, saya rasa sampai sekarang kita belum mendapatkan imamah sakhsiyyah lil muslimuun (sosok pemimpin pribadi umat Islam)," kata Ma'ruf.
Oleh karena itu, dia berkelakar, pada KUII ke-6 di Jogja 2015 silam, disepakati imamah institusionaliyah (pimpinan kelembagaan). "Apa itu, yaitu Majelis Ulama Indonesia," ujarnya.
Menurut dia, MUI memiliki tanggung jawab menyatukan umat Islam sebagai satu kekuatan dalam berperan besar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Jadi, yang paling penting sekarang bagaimana menyatukan umat Islam agar satu visi," kata dia.
MUI, lanjutnya, memiliki peran besar dalam menyatukan visi dan langkah umat Islam ke depan dalam berbagai sektor. Dia meyakini, umat Islam merasa belum puas dalam berperan besar di negeri ini.
"Karenanya, kita seringkali disebut besar di jumlah, tapi perannya kecil," ujarnya.
Termasuk dalam politik, umat Islam masih belum bisa bersatu dalam satu visi yang sama. Ia menyampaikan, umat Islam tidak bisa merebut kekuasaan. Akan tetapi, berkontribusi dalam kekuasaan untuk memperoleh kepercayaan, dimana nantinya umat Islam akan mendapatkan kepercayaan semestinya.
"Sebab, jika kita ambil kekuasaan dengan cara merebut, maka tatanan akan rusak. Tentu perlu ada pembangunan penguatan umat dan perbaikan umat," katanya.
Dia berpendapat, sebenarnya banyak tokoh Islam berperan besar di negeri ini. Namun, dinilai bukan bagian dari representasi umat, sehingga diperlukan langkah agar umat ini dalam pengaruh yang besar.
"Kami di Majelis Ulama belum mampu membuat itu semua terjadi. Makanya, kita kembali bahwa nahnu muslimuun wa nahnu Indunisiyyun (kami seorang muslim dan kami masyarakat Indonesia)," katanya.
Karenanya, gerakan keumatan jangan dikesankan seperti sedang berperang, berhadap-hadapan dengan musuh, apalagi jika diiringi dengan doa-doa perang. Kongres ini, jelas dia, punya peran strategis dalam rangka mencari makharij wathaniyah (solusi kebangsaan) dan makharij Islamiyah (solusi keislaman).
"Peran kita bukan merebut kekuasaan, tetapi bagaimana berpartisipasi. Sehingga peran itu akan diberikan kepada kita secara sukarela," tuturnya.
Pilihan Pembaca
-
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Syarikat Islam Indonesia (SII) Provinsi Sulawesi Selatan resmi menda...
-
TOKOH, ARUSMUDA.COM - Pernah mendengar Group TedCo? Grup TedCo tak bisa dipisahkan dengan nama Teddy Yusaldi. Bendahara Umum Pimpinan Bes...
-
SUMATERA, ARUSMUDA.COM - Terus menjadi perbincangan usai Zainudin Amali mundur sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, nama Ibnu Riza disebut-s...
-
BONE, ARUSMUDA.COM - Karang Taruna Sejati Desa Pattiro Sompe Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone menggelar Safari Ramadhan di beberapa Masjid...
-
SOPPENG, ARUSMUDA.COM - Menjelang Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Soppeng beberapa kandidat di...
Tidak ada komentar: