Entri Unggulan
Dinamika Islam dan Liberalisme, Jadi Bahasan Halaqah Instagram Pemuda Muslimin Indonesia Sulsel
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan akan menggelar diskusi daring dengan tajuk H...

Arus Muda »
Nasional
,
News
,
Pendidikan
»
Ketum PP IGI Dukung Sistem Zonasi PPDB Terus Dipertahankan
Ketum PP IGI Dukung Sistem Zonasi PPDB Terus Dipertahankan
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - "Alhamdulillah, pemerintah pusat kembali menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru tahun 2018 ini." Ungkap Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, ahad (03/05/2018).
Lanjut Ramli, "Prosesnya sudah berjalan namun hiruk pikuk masih terjadi, ada yang protes karena inginnya anaknya sekolah di sekolan A tetapi sekolah terdekat hanya sekolah C dan D."
Menurut mantan Ketua BEM FMIPA Unhas ini, puluhan tahun lamanya pemerintah telah membentuk kasta-kasta sekolah sehingga lahirlah istilah sekolah unggulan, sekolah andalan, sekolah teladan, sekolah percontohan, sekolah khusus hingga sekolah berstandar nasional dan sekolah berstandar internasional.
"Kenyataannya di lapangan, kasta-kasta sekolah ini lebih banyak memberi dampak negatif dibanding dampak positifnya. Jika kasta-kasta sekolah ini dipertahankan maka mimpi 'pendidikan merata dan berkualitas' tetap hanya menjadi mimpi." Terangnya.
Tutur Ramli, mereka yang sukses lulus di sekolah unggulan akan memandang remeh mereka yang hanya lulus di sekolah rendahan atau sekolah buangan. Mereka yang hanya bisa lulus di sekolah buangan akan merasa rendah diri dihadapan siswa sekolah unggulan.
"Di Masyarakat, mereka pun akan mendapat stigma negatif, karena bersekolah di sekolah buangan, maka baru menyebut nama sekolahnya, masyarakat sudah menjustifikasi mereka sebagai siswa 'bodoh, nakal dan susah diatur' sementara mereka yang sekolah di sekolah unggulan akan mendapat label 'anak baik, pintar dan penurut"." Kisahnya.
Parahnya lagi, menurut Ramli, guru-guru terbaik, fasilitas terbaik dan segala pujian diberikan ke sekolah-sekolah unggulan itu sehingga mereka yang 'bodoh-nakal-susah diatur' itu pun yang seharusnya dididik oleh orang hebat dengan pendekatan khusus malah mendapatkan 'guru buangan', fasilitasnya tidak karu-karuan sehingga makin hancurlah mereka.
Guru-guru di sekolah unggulan dengan bangganya bertepuk dada, kami hebat karena anak-anak kami lulus di sekolah dan PTN terbaik, sementara mereka yang bertugas di sekolah buangan tertunduk lesu dan hanya bisa berkata, 'meskipun sulit, ada juga yang lulus'. Selanjutnya Perguruan tinggi pun akan menerima lebih banyak siswa dari sekolah unggulan dan akan semakin hancurlah sekolah-sekolah buangan itu.
Dampak selanjutnya adalah orang tua akan berbodong-bondong berupaya meluluskan anaknya ke sekolah unggulan karena takut anak mereka mendapat label 'bodoh-nakal-susah diatur'. Segala cara pun ditempuh, mulai dari ketebelece, lewat calo, loncat pagar, lewat jendela hingga jatuh dari atap. Suap dan tekanan pun mewarnai PPDB masa lalu. Pengelola sekolah andalan akan berlimpah pendapatan sementara sekolah jelek kekurangan siswa.
Dampak lanjutannya adalah pengangkatan kepala sekolah berbasis kualitas sekolah, makin keren sekolahnya makin besar 'setoran' calon kepseknya
"Nah, sistem zonasi sekolah ini alhamdulillah perlahan mulai mengubah semua itu." Ungkap Ramli. Namun pekerjaan belum berhenti sampai di sana, mengapa?
1. Fasilitas sekolah sudah terlanjur tidak merata maka itu tugas pemerintah adalah membuat fasilitas sekolah menjadi merata.
2. Kualitas guru sudah terlanjur tidak merata bahkan ada sekolah yang menjadi “sekolah pembuangan guru” dan ini harus menjadi tugas pemerintah meratakan kualitas guru
3. Tidak semua kecamatan memiliki sekolah tetapi banyak kecamatan yang punya banyak sekolah. Banyak daerah yang penduduknya banyak, sekolahnya tak ada tetapi banyak daerah yang sekolahnya banyak tetapi penduduknya sedikit. Pemerintah perlu menyikapi hal ini agar terjadi pemerataan. Kedepan, pengembang perumahan besar harusnya diwajibkan membangun sekolah negeri lalu menyerahkannya ke pemerintah atau minimal menyiapkan lahan untuk dibangun sekolah negeri bukan sekolah swasta yang biayanya tak terjangkau penduduk sekitar
4. SMK tentu saja memiliki problem tersendiri karena SMK dengan jurusan yang sama tidak semuanya ada di semua tempat.
"Kita berharap dengan penegasan sistem zonasi sekolah ini, maka pemerintah daerah semakin fokus membuat pemerataan kualitas dan kuantitas sekolah." Pungkasnya.
Lanjut Ramli, "Prosesnya sudah berjalan namun hiruk pikuk masih terjadi, ada yang protes karena inginnya anaknya sekolah di sekolan A tetapi sekolah terdekat hanya sekolah C dan D."
Menurut mantan Ketua BEM FMIPA Unhas ini, puluhan tahun lamanya pemerintah telah membentuk kasta-kasta sekolah sehingga lahirlah istilah sekolah unggulan, sekolah andalan, sekolah teladan, sekolah percontohan, sekolah khusus hingga sekolah berstandar nasional dan sekolah berstandar internasional.
"Kenyataannya di lapangan, kasta-kasta sekolah ini lebih banyak memberi dampak negatif dibanding dampak positifnya. Jika kasta-kasta sekolah ini dipertahankan maka mimpi 'pendidikan merata dan berkualitas' tetap hanya menjadi mimpi." Terangnya.
Tutur Ramli, mereka yang sukses lulus di sekolah unggulan akan memandang remeh mereka yang hanya lulus di sekolah rendahan atau sekolah buangan. Mereka yang hanya bisa lulus di sekolah buangan akan merasa rendah diri dihadapan siswa sekolah unggulan.
"Di Masyarakat, mereka pun akan mendapat stigma negatif, karena bersekolah di sekolah buangan, maka baru menyebut nama sekolahnya, masyarakat sudah menjustifikasi mereka sebagai siswa 'bodoh, nakal dan susah diatur' sementara mereka yang sekolah di sekolah unggulan akan mendapat label 'anak baik, pintar dan penurut"." Kisahnya.
Parahnya lagi, menurut Ramli, guru-guru terbaik, fasilitas terbaik dan segala pujian diberikan ke sekolah-sekolah unggulan itu sehingga mereka yang 'bodoh-nakal-susah diatur' itu pun yang seharusnya dididik oleh orang hebat dengan pendekatan khusus malah mendapatkan 'guru buangan', fasilitasnya tidak karu-karuan sehingga makin hancurlah mereka.
Guru-guru di sekolah unggulan dengan bangganya bertepuk dada, kami hebat karena anak-anak kami lulus di sekolah dan PTN terbaik, sementara mereka yang bertugas di sekolah buangan tertunduk lesu dan hanya bisa berkata, 'meskipun sulit, ada juga yang lulus'. Selanjutnya Perguruan tinggi pun akan menerima lebih banyak siswa dari sekolah unggulan dan akan semakin hancurlah sekolah-sekolah buangan itu.
Dampak selanjutnya adalah orang tua akan berbodong-bondong berupaya meluluskan anaknya ke sekolah unggulan karena takut anak mereka mendapat label 'bodoh-nakal-susah diatur'. Segala cara pun ditempuh, mulai dari ketebelece, lewat calo, loncat pagar, lewat jendela hingga jatuh dari atap. Suap dan tekanan pun mewarnai PPDB masa lalu. Pengelola sekolah andalan akan berlimpah pendapatan sementara sekolah jelek kekurangan siswa.
Dampak lanjutannya adalah pengangkatan kepala sekolah berbasis kualitas sekolah, makin keren sekolahnya makin besar 'setoran' calon kepseknya
"Nah, sistem zonasi sekolah ini alhamdulillah perlahan mulai mengubah semua itu." Ungkap Ramli. Namun pekerjaan belum berhenti sampai di sana, mengapa?
1. Fasilitas sekolah sudah terlanjur tidak merata maka itu tugas pemerintah adalah membuat fasilitas sekolah menjadi merata.
2. Kualitas guru sudah terlanjur tidak merata bahkan ada sekolah yang menjadi “sekolah pembuangan guru” dan ini harus menjadi tugas pemerintah meratakan kualitas guru
3. Tidak semua kecamatan memiliki sekolah tetapi banyak kecamatan yang punya banyak sekolah. Banyak daerah yang penduduknya banyak, sekolahnya tak ada tetapi banyak daerah yang sekolahnya banyak tetapi penduduknya sedikit. Pemerintah perlu menyikapi hal ini agar terjadi pemerataan. Kedepan, pengembang perumahan besar harusnya diwajibkan membangun sekolah negeri lalu menyerahkannya ke pemerintah atau minimal menyiapkan lahan untuk dibangun sekolah negeri bukan sekolah swasta yang biayanya tak terjangkau penduduk sekitar
4. SMK tentu saja memiliki problem tersendiri karena SMK dengan jurusan yang sama tidak semuanya ada di semua tempat.
"Kita berharap dengan penegasan sistem zonasi sekolah ini, maka pemerintah daerah semakin fokus membuat pemerataan kualitas dan kuantitas sekolah." Pungkasnya.
Pilihan Pembaca
-
TOKOH, ARUSMUDA.COM - Pernah mendengar Group TedCo? Grup TedCo tak bisa dipisahkan dengan nama Teddy Yusaldi. Bendahara Umum Pimpinan Bes...
-
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Syarikat Islam Indonesia (SII) Provinsi Sulawesi Selatan resmi menda...
-
SUMATERA, ARUSMUDA.COM - Terus menjadi perbincangan usai Zainudin Amali mundur sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, nama Ibnu Riza disebut-s...
-
BONE, ARUSMUDA.COM - Karang Taruna Sejati Desa Pattiro Sompe Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone menggelar Safari Ramadhan di beberapa Masjid...
-
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Sebagai kaum milenialis dalam peradaban modern ini, mahasiswa sebagai kaum cendekiawan yang diharapkan dapat menj...
Tidak ada komentar: