Implementasi Sosialisasi Politik Untuk Kaum Milenial Sebagai Pemilih Pemula


OPINI, ARUSMUDA.COM - Kaum milenial dalam pendefinisian tulisan kali ini adalah generasi muda yang lahir pada era 1990-an. Generasi ini dirincikan sebagaii remaja/pemuda yang intens melakukan setiap kegiatan menggunakan laptop, smartphone, dan internet, atau dikategorikan sebagai teknologi modern.

Orang-orang yang lebih memilih hal instan dibandingkan proses yang memakan waktu, atau bahkan apatis (orang-orang yang tidak tahu-menahu terhadap urusan lain). Pendidikan politik sangat penting untuk disampaikan kepada generasi ini.

Sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala politik (Raga Maran, 2001:136).

Proses ini berlangsung selama seumur hidup yang dapat diperoleh secara sengaja melalui keluarga, sekolah dan lembaga-lembaga lainnya. Tapi untuk era saat ini, semua elemen masyarakat berhak untuk mensosialisasikan politik.

Pemilih pemula secara sederhana didefinisikan sebagai golongan yang untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam pemilihan umum. Hal ini karena mereka baru mendapatkan kartu tanda penduduk resmi sebagai prasyarat untuk memperoleh hak politik. Di Indonesia, kartu tanda penduduk resmi baru dapat diperoleh di usia tujuh belas tahun.

Pemilih pemula seringkali dianggap penting untuk dibicarakan karena pengetahuan politiknya yang diasumsikan relatif tidak sememadai pemilih yang sudah berusia matang. Oleh karena itu diperlukan adanya sosialisasi politik untuk kaum milenial agar paham akan dunia politik.

Pemilih pemula sering menjadi sasaran politik transaksional, atau politik uang. Politik uang dalam konteks pemilih pemula bisa berangkat atas inisiatif dari partai politik, tim kampanye, dan para calo politik (political broker). Tetapi, bisa juga berasal dari inisiatif pemilih pemula itu sendiri.

Jangan lupa, di antara pemilih pemula juga sudah mengenal politik uang serta sumber-sumber dari politik uang tersebut. Hanya saja politik uang di kalangan pemilih pemula cenderung hanya dalam jumlah terbatas, recehan atau eceran.

Sosialisasi politik diidentikan sebagai proses pedagogis atau pembudayaan insan-insan politik. Sosialisasi politik yang diperoleh dari pemilih pemula melalui jalur formal sebagian besar didapatkan dari mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

Namun sebenarnya sosialisasi ini pun dapat dilakukan oleh mata pelajaran lainnya seperti sosiologi dikarenakan mata pelajaran ini pun memiliki kajian politik yaitu dinamakan sosiologi politik.

Selain itu diperlukan penanaman kecakapan partisipatoris pemilih pemula agar pemilih pemula dapat berpartisipasi dengan dibekali pengetahuan dan nilai-nilai yang diperlukan sebagai insan politik.

Pandangan-pandangan buruk tentang politik mesti diminimalisir. Untuk pengupayaannya, kita butuh aktor-aktor politik yang memang menjadi anti tesis dari keburukan tersebut.

Kita kaum milenial sebagai pemilih pemula harus mengetahui dan paham orang-orang yang akan ikut serta dalam pilkada, pileg, atau pemilu. Jangan sampai pilihan kita berikan kepada orang-orang yang tidak mengerti makna politik.

Kemudian, jajaran KPU harus secara gencar mensosialisasikannya kepada seluruh jajarannya hingga di level bawah, khususnya kepada mereka yang bakal bertugas sebagai anggota Kelompok Kerja Pemungutan Suara (KPPS).

Sosialisasi politik intensif harus juga dilakukan kepada kaum milenial sebagai pemilih pemula dan juga masyarakat luas melalui berbagai bentuk media massa dan Alat Peraga Sosialisasi (APS) secara masif.

Pada saat bersamaan KPU dan Dukcapil harus memikirkan cara untuk mengeliminasi dan mencegah penggunaan Suket agar tidak disalahgunakan/dipalsukan.


Nurul Khofifah P. Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Makassar.

Sumber ilustrasi: Kick News

Posting Komentar

0 Komentar