Meretas Makna Tauhid: Catatan Pemikiran Habib Ali Bin Muhammad Aldjufri

OPINI, ARUSMUDA.COM – Di sela-sela eufria politik, 2 hari setelah Pilkada serentak (117 Daerah), momenTUM mempersiapkan Pileg dan Pilpres 2019 mendatang serta piala Dunia di Rusia 2018 (sedang berlangsung babak 16 Besar), saya menghadiri satu Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Alkhairaat (IKAL) di Gedung Asrama Haji Kota Palu.

Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka Pembukaan RAKERNAS Pengurus Pusat IKAL dan momen Peringatan Haul ke-50 Al Habib Sayyid Idrus Bin Salim Al-Djufri atau dikenal dengan sebutan GURU TUA (keturunan ke-35 Rasulullah Saw dari Husain Bin Ali),  yang diperingati pada hari Sabtu, 30 Juni 2018.

Saya sungguh bersyukur, di sela-sela euforia politik dan Piala Dunia 2018 ini masih ada tradisi literasi “seminar nasional dan bedah buku” yang dilaksanakan sebagai penyeimbang informasi yang akhir-akhir ini dipenuhi oleh informasi politik dan perhelatan piala dunia. Kelebihan euphoria politik dan piala dunia menghasilkan kebahagiaan sementara sedangkan kebutuhan seminar ilmu pengetahuan menghasilkan kebahagian spiritual dan intelektual yang sejati.

Apalagi pada kegiatan seminar itu, saya sempat “sedikit” menyimak sambutan ketua umum PB Alkhairaat Al Habib Ali Bin Muhammad Aldjufri tentang pentingnya meluruskan niat dalam kegiatan apapun. Niat inilah yang menentukan kualitas tindakan seseorang yang menjadi kunci utama untuk membuka rahmat Allah Swt. Menurutnya, kunci surga adalah memperbaharui Tujuan hanya kepada Allah. Kita boleh mengikuti siapapun, kita boleh berkiblat kemana saja, tapi tujuan utama dari itu semua adalah hanya untuk Allah semata, bukan yang lain. Maka, rubahlah niat dan tujuan kita, lakukan usaha untuk Fastabiqul Khairaat dan hasilnya serahkan kepada Allah semata. (paraphrase dari sambutan beliau).

Memang “NIAT” adalah Kunci Tauhid. Ia merupakan gerbang pemisah antara dua perbuatan manusia, apakah menuju Allah atau menuju dunia (materi). Karena setiap perbuatan mengandung penyembahan kepada Allah atau penyembahan kepada selain Allah. Ada amalan yang diterima dan ada amalan yang ditolak,  sebagaimana persembahan Habil dan Qabil dalam sejarah peradaban manusia karena berbeda niatnya. Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali jika (pelaku) amal itu ikhlas dengan niat mencari keridhoan Allah (HR. An-Nasai), maka Allah menerima persembahan Habil dan menolak persembahan Qabil.

Begitu pula setiap perbuatan kita. Ada amalan yang diterima dan ada amalan yang ditolak tergantung kepada niatnya. Sebagaimana perumpamaan Al-quran seperti batu licin yang ada tanah diatasnya, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih dan mereka tidak mendapatkan sesuatu dari apa yang diusahakan.

Mungkin seperti inilah kondisi kita hari ini, susah mendapatkan hasil yang diharapkan. Karena memang kita lahir dari rahim. zaman yang tidak menjadikan Allah sebagai tujuan. Sebuah zaman yang kita tidak menemukan makhrifat ketuhanan didalamnya karena disuguhkan peradaban yang anti Tuhan dan hanya mengandalkan rasio dan indra sebagai satu-satunya alat ukur manusia.

Jadilah kita sebagai hubbud dunia (pemuja materialisme) dan menganggap Tuhan hanya hadir dalam ibadah-ibadah ritual agama dan tidak hadir dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam ranah  ideologi politik, hukum, ekonomi, pendidikan dan budaya bangsa kita yang semakin jauh dari moralitas spiritual. Kita mengadopsi cara pandang materialisme sabagai Tuhan baru, dan menghasilkan system politik liberal yang kebablasan, sekularisme dan pragmatisme positivistik yang menjarah seluruh realitas kehidupan bangsa kita yang anti Tuhan.

Hasilnya adalah manusia modern yang sedang mengindap penyakit kronis yang menganggap bahwa kesuksesan dan kesejahteraan itu lahir dari pendapatan ekonomi yang tinggi (banyak harta, jabatan dan kedudukan) bukan pada taraf hidup ketenangan dan kebahagiaan beramar ma’ruf nahi mungkar. Sehingga semua berlomba-lomba dalam mengejar materi dari pada fastabiqul khairaat.

Barang siapa berniat menghendaki keuntungan akhirat, maka Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keuntungan dunia, kami berikan sebagian dari keuntungan dunia itu dan tidak mendapatkan keuntungan akhirat. (QS. Asy-Syuro: 20). kita berdoa semoga kita menjadi bagian dari golongan yang diterima amalannya karena mengharap Ridha-Nya.

Sehingga kita pulihkan lagi ucapan ‘Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan sekalian alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri.” (QS. Al-An’am: 162-163).  Amin Ya Rabb…

Palu, 29 Juni 2018

Mahadin Hamran, Sekretaris Umum Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah.

Posting Komentar

0 Komentar