Demokrasi Gagasan Sebagai Upaya Stabilitas Pemilu 2024

INDONESIA, ARUSMUDA.COM - Pemilihan umum atau yang biasa disebut dengan pemilu bukan lagi hal yang baru di negara ini. Bukan awal dan juga bukan akhir dari demokrasi, tetapi ini adalah jembatan penghubung demokrasi dalam menentukan pilihan hati nurani dari rakyat. Pemilu sangat dekat hubungannya dengan permasalahan politik dan pergantian pemimpin.

Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama dari proses akumulasi kehendak masyarakat. Pemilu sekaligus merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga demokrasi.

Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata negara yang demokratis. Sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik indonesia.

Sampai sekarang, pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang penting. Hal ini karena pemilu melibatkan seluruh rakyat secara langsung. Melalui pemilu, rakyat juga bisa menyampaikan keinginan dalam politik atau sistem kenegaraan.

Akses informasi politik yang luas menjadi sarana untuk mencerna pilihan yang baik untuk menjaga marwah demokrasi yang sehat. Memahami setiap opini dari jejaring media sosial dan membuka ruang diskusi digital yang harmonis.

Kita sebagai bagian dari demokrasi, harus mengingatkan seluruh elemen pemilu agar menjalankan pemilu yang semakin berkualitas dan menyehatkan demokrasi, bukan kampanye gontok-gontokan, bukan kampanye yang merusak tatanan bangsa.

Para kontestan pemilu harus memulai kampanye yang mengurangi mobilisasi massa dan manfaatkan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi ini diharapkan dapat melahirkan kampanye yang berintegritas yang menolak penggunaan politik SARA dan politik identitas, yang lebih mengedepankan politik ide dan gagasan, karena yang ingin kita bangun bukan demokrasi pengkultusan, bukan demokrasi idola, tapi demokrasi gagasan.

Menurut pengukuran EIU Democracy Index, Indonesia berada di kategori "Flawed Democracy” menempati urutan ke-52 di dunia dari total 165 negara dengan skor 6,71. Merangkum dari EIU Democracy Index dan Freedom in the World, sudah ada beberapa indeks demokrasi Indonesia yang dinilai sangat baik, yaitu fungsi pemerintah, partisipasi politik, proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, proses pemilu, pluralisme dan partisipasi politik, fungsi pemerintah, otonomi personal dan hak individu.

Jika dilihat dari indeks yang ada, maka pada dasarnya Indonesia sudah berada di peta jalan yang benar. Indonesia sudah betul-betul berevolusi dari pemerintahan yang non-demokratis sampai pada tahun 1998. Dengan 5 kali pemilu, indeks demokrasi Indonesia meningkat secara signifikan. Tapi karena terjadinya pandemi Covid-19, semua negara mengalami regresi demokrasi.

Dengan demokrasi index yang tinggi pun tidak serta merta menghilangkan politik identitas di suatu negara, ini sebagaimana contoh di Amerika Serikat dan Australia. Di tahun 2024, Indonesia akan melaksanakan perhelatan politik yang besar, pemilu nasional pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD, dan juga Pilkada serentak.

Pemilu serentak ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi. Bukan hanya sekedar menjalankan mandat reformasi tahun 1998, tapi kita harus dapat menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan demokrasi yang matang.

Situasi yang kita hadapi saat ini membutuhkan komitmen persatuan dari seluruh pihak, soliditas seluruh elemen bangsa memerlukan pemerintahan yang tenang dan kuat agar dapat bekerja sungguh-sungguh, memerlukan stabilitas politik dan keamanan untuk mengatasi tantangan di masa yang akan datang. 

Karena itu dalam pertemuan Presiden dengan KPU dan Bawaslu tempo hari, sempat dibahas pada saat kampanye pemilu, ada aturan khusus yang tegas mengenai tidak digunakannya politik identitas. Namun tentu saja regulasi dari KPU dan Bawaslu tidak cukup. Diperlukan seluruh dukungan dari elemen bangsa untuk ikut berpartisipasi melakukan pengawasan, agar politik identitas tidak terjadi.

Politik identitas berpotensi pada memecah belah bangsa dan menghambat perkembangan demokrasi. Padahal dampak politik identitas tidak hanya berpengaruh pada miskinnya ide dan gagasan yang semestinya menjadi ide dan gagasan, kampanye kontestasi pemilu. Dampak politik identitas, dapat menjadi lebih buruk dari itu, yaitu memecah belah bangsa dan memperlambat perkembangan demokrasi di Indonesia.

Posting Komentar

0 Komentar