Harga Anjlok Di Tengah Pandemi, DPP Pemuda Tani HKTI Sulsel Desak Pemerintah Tetapkan HPP Jagung


MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Panen raya jagung di Sulawesi Selatan selama bulan April hingga Mei 2020 berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Petani jagung memanen hasil produksinya di bawah bayang-bayang kekhawatiran, Sulawesi Selatan menduduki rangking kedua Positif Corona di Indonesia.

Namun, kondisi itu kian diperparah dengan harga beli jagung ditingkat petani justru anjlok. Untuk jagung dengan KA 17 %, harga beli di tingkat petani hanya sekitar 2.200 - 2.300 rupiah per kilo, sementara harga beli di industri Makassar sebesar 3.150- 3.250 rupiah per kilo.

Di tengah pandemi yang membuat perekonomian melambat, dan harga berbagai barang kebutuhan melonjak tinggi, harga jagung malah anjlok, kondisi petani jagung yang sementara panen raya sungguh memprihatinkan.

Melihat kenyataan ini, Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sulawesi Selatan mendesak Pemerintah untuk menetapkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) komoditas Jagung di tingkat petani, sebagaimana HPP Gabah selama ini.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI Sulawesi Selatan, Rachmat Sasmito dalam rilisnya ke arusmuda.com, ahad (12/04/2020) pagi.

“Kami berharap angka HPP yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk komoditas jagung pada tahun 2020 ini bisa pada angka 3.500 rupiah per kilo untuk petani, dan HPP di Industri sebesar 4.500 rupiah.” Tegas Rachmat Sasmito.

Pihaknya optimis jika HPP ini bisa diterapkan petani jagung di Indonesia akan bergairah, bisa mendorong posisi menjadi produsen jagung 5 terbesar di dunia, yang saat ini masih di posisi 8 setelah Amerika, Cina, Brazil, India, argentina, Ukraina dan Meksiko.

Lanjut Rachmat Sasmito, dengan asumsi tingkat produktivitas petani jagung kita di kisaran 6 ton per hektar, maka petani kita hanya akan mendapatkan hasil penjualan sebesar 13.800.000 rupiah per hektarnya. Itu pun per hektarnya dikelola oleh 4 sampai 5 orang petani.

Biaya yang dikeluarkan per hektar jagung adalah sebesar 13.280.000 rupiah yang berasal dari biaya benih (1.500.000 rupiah), pupuk (1.100.000 rupiah), herbisida (580.000 rupiah), insektisida (500.000 rupiah), upah kerja (8.400.000 rupiah), dan pasca panen (1.200.000 rupiah).

“Coba kita hitung, dengan penjualan sebesar 13.800.000 rupiah dikurangi biaya produksi sebesar 13.280.000 rupiah, maka petani kita hanya mendapatkan keuntungan sebesar 520.000 rupiah per hektar, itu untuk satu kali masa panen selama 100 hari, kondisi ini membuat petani jagung kita lesu.”Ungkap Rachmat Sasmito lagi.

Selain soal HPP Jagung, DPP Pemuda Tani HKTI Sulsel juga menyorot soal peran Kementrian Pertanian dan Pemerintah Propinsi Sulsel dalam mendorong petani jagung di sulsel untuk menerapkan GAP (Good Agricultre Practces) dan GHP (Good Handling Practices).

“Kalau budidaya jagung oleh petani kita dilakukan dengan GAP DAN GHP, harapannya produktivitas komoditas jagung kita bisa meningkat dari rata-rata 6 ton/ha menjadi 8 ton/ha.” Pungkas Rachmat Sasmito.

Posting Komentar

0 Komentar