Entri Unggulan
Dinamika Islam dan Liberalisme, Jadi Bahasan Halaqah Instagram Pemuda Muslimin Indonesia Sulsel
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan akan menggelar diskusi daring dengan tajuk H...

Representasi Perempuan Dalam Media
OPINI, ARUSMUDA.COM - Banyak yang mengatakan, saat ini emansipasi wanita telah berjalan dengan baik. Posisi wanita di berbagai bidang telah telah
banyak diakui. Namun demikian,
benarkah realita demikian yang terjadi?
Perlu kiranya hal tersebut dikaji
lagi, bukan untuk mempertanyakan dan
meragukan, namun untuk
lebih mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada wanita masa kini.
Bagaimana media menampilkan sosok wanita
sering kali menjadi acuan
dan contoh yang digunakan untuk
menilai wanita pada umumnya. Bukan hanya
mereka yang berlainan gender
terhadap wanita, tetapi juga
wanita melihat diri mereka sendiri dan melihat sesama wanita lainnya.
Dunia
saat ini telah
dipenuhi oleh media. Saluran televisi dan stasiun radio hampir tak
terhitung jumlahnya hadir bagi kita.
Berbagai media cetak, seperti
surat kabar, majalah,
buku, komik, dan
juga berbagai video, film, animasi saling bersaing untuk menarik perhatian kita dan
menyita waktu kita.
Kehadiran iklan pun
hampir tidak mungkin lagi kita
hindari.
Ditambah kini dengan hadirnya internet, surfing di internet sudah menjadi aktivitas sehari –hari di
masyarakat kita. Berbagai pilihan informasi ditawarkan bagi
kita,dan tanpa kita
sadari, ketika kitamenikmati
dan menerima informasi yang disampaikan media tersebut, kita sedang menciptakan
makna bagi kita sendiri. Maka, wajar
jika media informasi massa
memberikan pengaruh dalam membentuk kesadaran masyarakat, salah satunya terhadap
perempuan, baik positif ataupun negatif.
Saat ini kita ada di era simulasi, di mana tanda bukan lagi merepresentasikan namun menciptakan realita kita. Simulasi
menentukan siapa kita dan
apa yang kita
lakukan, tanda membangun pengalaman
kita. Menurut Donald Ellis, media utama pada suatu waktu
akan membentuk perilaku
dan pemikiran. Saat ada
perubahan pada media, maka berubah pula cara berpikir
kita, pengelolaan informasi,
dan menghubungkan satu sama lain.
Media tertulis membawa
perubahan besar dalam
masyarakat, ketika kita menulis
sesuatu, kita bisa memisahkannya dari waktu, kita bisa memanipulasinya, merubahnya,
mengeditnya serta membuat ulang.
Pengaruh
negatif media informasi tentang
perempuan berjalan melalui
pembentukan, pengukuhan dan publikasi gambaran – gambaran negatif yang telah mengakar
tentang perempuan yang patuh, baik
dalam pikiran kaum pria,
bahkan perempuan sendiri hingga
anak –anak.
Banyak pihak ini sama sekali tidak meragukan keabsahan gambaran
tersebut, di mana produksi
ideologi kembali
pada ‘keunggulan laki – laki’ yang membuat perempuan tetap berada dalam keadaan yang ‘menyedihkan’. Di sini
media seringkali secara tidak
sadar juga menjadi pelaksana
tradisi –tradisi yang tidak
mampu mengeluarkan perempuan dari area diskriminasi. Dalam kultur
postmodern, istilah ini mengandung konotasi buruk. Ironisnya, meskipun tidak mengejutkan, perempuan
sendiri sering kali
tidak berhati – hati dalam
pembuatan dan kontruksi stereotip
gender yang menyimpang tersebut.
Media
pasti memiliki sasaran audience, termasuk
juga ada media dengan
sasaran audience perempuan. Tak hanya itu, industri media kemudian
memecah-belah perempuan. Ada pengkotak-kotakkan: perempuan berwajah cantik vs
perempuan berwajah pas-pasan, perempuan putih vs perempuan berkulit hitam. Stereotipe cantik ini tidak hanya
terjadi dalam industri periklanan, namun telah menjalar di ruang-ruang redaksi
di pemberitaan televisi—stereotipe yang
sangat jarang terjadi di ruang redaksi di media cetak maupun radio.
Stereotipe yang berkisar dalam hal kecantikan inilah yang akhirnya membuat
perempuan membenci tubuhnya.
Para perempuan membenci wajahnya yang
kurang cantik, kakinya yang kurang panjang dan tubuhnya yang terlalu gemuk.
Akibatnya, perempuan menjadi pemimpi—ingin
berubah wujud menjadi tubuh yang diinginkan industri. Karena prasyarat
cantik inilah yang kemudian digunakan untuk menentukan identitas seseorang,
yaitu dengan simbol-simbol, signifikasi, representasi dan semua bentuk citra.
Kriteria inilah yang sering dilabelkan bagi pada seseorang atau kelompok
tertentu.
Menurut
Deddy Mulyana dalam buku Sihir
Iklan karangan Wahyu
Wibowo, kebanyakan iklan di
media massa merupakan reproduksi stereotip
peran tradisional kaum perempuan.
Pria dan perempuan digambarkan
sebagai dua makhluk yangmemiliki
dunia yang berbeda. Perempuan digambarkan
hanya peduli dengan rumah
tangga dan penampilan fisik mereka. Sedang kepedulian lelaki dikesankan hanya
di sekitar bisnis, mobil dan olah
raga.
Iklan
produk kecantikan (bedak,
deodorant, shampoo,make up, sabun
dan lainnya) melukiskan bahwa
setelah produk ini dipakai sang tokoh perempuan, maka ia akan menjadi
‘santapan mata’
pria. Kondisi ini
makin dipertegas oleh otoritas
media massa, yang
sangat leluasa ‘membuat’
perempuan pada akhirnya
harus kembali hanya menjadi ‘milik’ pria.
Karenanya, perempuan harus
tampil bersih, cantik,
menarik, sehat, pintar
memasak.
Stereotip merupakan
pelabelan yang
mengelompokkan orang, yang umumnya
cenderung negatif dan yang dapat dikenakan terhadap
seluruh kelompok sosial atau kultural. Beberapa stereotip mendapatkan
persetujuan di masyarakat karena digunakan di dalam media
secara global. Secara
ideologis, stereotip menunjukkan
justifikasi posisi istimewa
seseorang dan perlakukan
yang berbeda terhadap
orang lain.Disini stereotip
jadi memarginalkan perempuan.
Tawaran dari masalah di atas adalah diskriminasi peran gender
yang dikontruksi sosial dapat hilang, jika media sebagai sebuah lembaga sosial
yang memiliki cita-cita intitusional dapat mendidik masyarakat dan berperan
aktif untuk meningkatkan kesetaraan gender. Karena tingginya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap media, maka dalam hal ini media diharapkan mampu
mempengaruhi sistem sosial untuk mempertimbangan nilai adil gender. Seluruh
pekerja media harus memiliki pehaman tentang sensitif gender, agar kesadaran untuk meningkatkan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan bisa tercapai.
Nurul Khofifah P. Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas
Negeri Makassar Angkatan 2017.
Pilihan Pembaca
-
MAKASSAR, ARUSMUDA.COM - Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Syarikat Islam Indonesia (SII) Provinsi Sulawesi Selatan resmi menda...
-
TOKOH, ARUSMUDA.COM - Pernah mendengar Group TedCo? Grup TedCo tak bisa dipisahkan dengan nama Teddy Yusaldi. Bendahara Umum Pimpinan Bes...
-
SUMATERA, ARUSMUDA.COM - Terus menjadi perbincangan usai Zainudin Amali mundur sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, nama Ibnu Riza disebut-s...
-
BONE, ARUSMUDA.COM - Karang Taruna Sejati Desa Pattiro Sompe Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone menggelar Safari Ramadhan di beberapa Masjid...
-
SOPPENG, ARUSMUDA.COM - Menjelang Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Soppeng beberapa kandidat di...
Tidak ada komentar: