Dr. Sabri Jelaskan Konsep Tau dan Rupa Tau di Hadapan Inspektur se-Sulsel

MAKASSAR, ARUSMUDA.COM – Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Cokroaminoto Makassar, Dr. Mohammad Sabri Ar. M.A. menjelaskan konsep tau dan rupa tau dalam acara buka puasa bersama keluarga besar Inspektorat Daerah se-Sulawesi Selatan, rabu (30/05/2018) sore.

Di depan Inspektur se-Sulsel, Sabru yang juga Ketua Prodi Dirasah Islamiyah Program Magister di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar ini mengemukakan bahwa persoalan mendasar yang dihadapi manusia hari ini adalah problem otentisitas atau problem keaslian diri.

Menurutnya, ada sesuatu yang asli atau yang otentik di dalam setiap manusia, yang dalam tradisi Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja dikenal dengan istilah tau. “Dalam bahasa kebudayaan kita, di dalam diri setiap rupa tau, itu ada tau. Apa jadinya ketika setiap pribadi gagal menemukan dirinya yang asli?” Tanya Sabri.

“Ramadan hadir untuk membakar diri peribadi setiap muslim atau mukmin untuk memisahkan mana diriku yang asli dan mana diriku yang palsu.” Terangnya, sebab sejatinya, “Ramadan berasal dari akar kata ramdan yang secara hakiki berarti pembakaran. Orang-orang yang melakukan puasa ramadan itu dibakar secara spiritual.”

Sabri lalu mengutip ayat al Quran, surah at Toriq () ayat 4 yang berbunyi, in kullu nafsin lammaa alaihaa haafiz, artinya: dalam setiap diri ada hafiz-nya. Inilah yang menurut Sabri bahwa di dalam diri setiap rupa tau, itu ada tau. Inilah diri yang otentik, yang asli, yang ingin ditemukan kembali melalui pembakaran di bulan Ramadan.

Lanjutnya, “Apa itu tau? Allah berfirman, Fa idza sawwaituhu wa nafakhtu fihi min ruhi faqo’u lahu sajidin. Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan ruhKu kepadanya.”

Setelah mengutip al Quran surah al Hijr (15) ayat 29, Sabri menerangkan bahwa ruh itulah tau, itulah jejak ilahi yang terdapat dalam setiap diri. Maka menurut Sabri, kita menghormati seseorang bukan karena jabatannya, tapi karena ada sesuatu yang ilahi di dalam dirinya, itulah tau.

Masih menurut Sabri, itulah makna sipakatau, “Siapakatu itu, kita saling menghormati karena ada jejak ilahi dalam diri kita, tau itu adalah ruh. Ramadan hadir untuk membakar kita agar bisa memisahkan mana diriku yang tau dan mana diriku yang rupa tau.

Sabri lalu menutup uraiannya bahwa hakikat puasa adalah menemukan diri yang asli, ruh, atau tau, yang merupakan fitrah kita. “Aidul fitri itu bermakna merayakan yang fitri, merayakan diri kita yang asli, merayakan tau kita.”


“Kalau kita berpuasa cuma menerima lapar serta haus dan tidak menemukan tau kita, maka sesungguhnya kita tidak layak merayakan aidul fitri. Sebab inti daripada puasa adalah menemukenali diri kita yang tau, yang asli, yang ilahi, yang fitri.” Pungkas anggota Dewan Pakar Majelis Nasional Korps Alumni HMI ini.

Posting Komentar

0 Komentar