Perpisahan yang Tak Disadari; Obituari Untuk Jusman

ESAI, ARUSMUDA.COM - “Duluanma pulang istirahat”, itu bahasa terakhirmu saat pamitan malam itu. Tak pernah aku sangka ucapan malam itu adalah kata perpisahan yang engkau isyaratkan pada kami. 

Karena menganggap itu kalimat biasa, jadi aku jawab dengan sederhana, "Iye istirahat maki." Akupun mengizinkannya pamit sembari pandanganku mengikutinya sampai ia tak kelihatan lagi.

Adikku Jusman, sosokmu terlalu sulit dilupakan. Kerianganmu membekas pada setiap teman yang engkau ajak berbincang. Keceriaanmu menularkan  energi positif setiap perjumpaan.

Begitu rumit menemukan ucap keluh dari lisanmu. Bagaimanapun beratnya masalah engkau masih sempat menutur fasih nan terseyum. Malahan engkau yang sering kali memberiku semangat setiap kupasrahkan keadaan.

Bagiku engkau adalah adik yang diidamkan oleh semua kakak. Kakak yang diharapkan dari banyak adik dan tentu sahabat terbaik bagi teman-temanmu.

Engkau dimatangkan oleh hatimu yang suci. Tak pernah terdengar ada berita buruk dari lisan temanmu tentang dirimu. Engkau tak memukau kami sebatas kecerdasanmu melainkan pribadimu. Kepintaranmu sama sekali tak tumbuh dari tanah kesombongan. Engkau layak untuk terus dikenang.

Hanya dua kondisi yang aku ingat engkau kelihatan memelas padaku. Pertama, saat gagal melanjutkan sebagai anggota UKM  penalaran karena alasan HPmu rusak.

Seperti biasa, kita selalu berjumpa sepulang kampus. Sore itu engkau datang dengan hangat dan langsung duduk di sampingku sembari terbata berucap, "Ajarka', Kak, nah!"

Akupun cukup serius menatapmu saat itu untuk meyakinkan diriku bahwa engkau sedang serius, karena biasanya engkau selalu memulai dengan candaan. Sekali lagi engkau mengulangnya, "Ajarka', Kak, nah! Mau sekalika' pintar menulis."

Sejenak aku menarik napas panjang, terus berupaya menjawabnya seraya berkata, "Saya kan masih belajar... Begini saja, nanti kita sama-sama cari guru yang tepat ya."

Agar ia tak kecewa, akupun memberi sedikit penguatan untuk langkah pertama kita perdalam bacaan, toh menulis itu rasanya mustahil jika kita miskin bacaan.

Tak lama kemudian kami membentuk kelas penulisan yang diampu oleh kak Saifuddin al Mughny. Tentu ini disambut baik adinda Jusman. Saking semangatnya sebelum kita diberi tugas menulis ternyata dia sudah membuat tulisan pertamanya.

Karena penasaran, jadi aku dadak untuk dibacakan di depan teman-teman. Namun tak disangka itu menjadi tulisan pertama dan terakhirnya yang ia persembahkan sebagai perpisahan. Itu pusara pertamamu yang akan kami ziarahi adikku.

Momen kedua, tepat malam minggu saat aku melihatmu untuk terakhir kalinya. Saat itu kita duduk bertiga dengan Kak Muda di pinggir jalan depan cafe. Entah mengapa aku menginginkan suasana lain untuk berbincang malam itu.

Engkau kembali menggoyangkan lenganku dan berkata, "Nanti samaki' ke Yogya mondok sekaligus lanjut sekolah. Kita ambil S3-ta saya lanjut S2."

Dengan manja engkau pun terus menggoyangkan lenganku dan sembari menunggu jawaban terus saja lisanmu berucap, "Nah! Nah! Nah!"

Karena capek didadak saya hanya bilang, "Aamiin. Insya Allah."

"Pulang duluanma' istarahat." Ucapmu sembari melepas tangamu dari lenganku. Sungguh itu kata perpisahan yang tak kami sadari. Istirahatlah dengan tenang adikku.

Insya Allah aku akan duduk kembali di pinggir jalan depan cafe sekaligus berharap engkau menampakkan wajahmu di sela-sela bintang. Kakak selalu mendoakanmu.

Sopian Tamrin, S.Pd., M.Pd., Staf Pengajar FIS UNM, Direktur Eksekutif Education Corner.

Posting Komentar

0 Komentar