Mengambil Hikmah Dari Pesan Pemimpin

ESAI, ARUSMUDA.COM - Pesan moral ini seringkali kita dengar diucapkan. Kalimat ini selalu dilekatkan pada satu peristiwa yang dialami seseorang individu atau kelompok, yakni sesuatu kejadian yang tidak menguntungkan. Maka acapkali melintas dipendengaran kita, ambil hikmahnya atau segala peristiwa pasti ada hikmah terindah di baliknya, apakah ini bentuk diksi apologi atau tidak, yang jelas ini adalah bahasa kebanyakan bagi setiap orang yang tertimpa musibah.

Tapi kali ini, makna kalimat tersebut tidaklah bermotif personality, namun lebih pada kandungan secara komunalitas. Suatu ketika di kepemimpinan Sultan Iskandar Zulkarnaen, ketika memerintahkan tiga kelompok pasukan untuk melakukan satu perjalanan, beliau mengatakan kepada ketiga kelompok pasukan yang akan melintasi sebuah sungai, bahwa ambillah segala sesuatu yang kalian sentuh di bawah sungai.

Dan tibalah saatnya ketiga kelompok pasukan itu pun melakukan perjalanan, kelompok pertama, tak mengambil apapun karena pesan Sang Sultan sekedar pesan biasa, dianggap sebagai angin lalu. Pasukan kedua, mengambil seadanya saja, dan menganggap bahwa pesan itu sekedar pesan biasa. Lalu pasukan ketiga, dengan ikhlas mengambil sebanyak-banyaknya dan mengisi dalam tas masing-masing sampai penuh. Dan sesampai mereka di akhir perjalanan maka Sang Sultan memerintahkan untuk membuka semua apa yang telah diperintahkannya.

Pasukan pertama tentu tidak nampak apa yang telah diperintahkan karena memang mereka tak mengambil apapun, karena perintah itu seperti angin lalu, pasukan kedua hanya mengambil seadanya karena perintah itu dianggapnya biasa-biasa saja, dan pasukan ketiga tentu mengisi sebanyaknya apa yang diperintahkannya alhasil setelah dibuka ternyata apa yang telah diisikan ke dalam tasnya adalah kilauan intan berlian. Sontak semua kaget melihatnya. Lalu mereka bergumam dalam hati, pasukan pertama mengatakan kenapa saya tidak mengambilnya. Pasukan kedua juga mengatakan kenapa hanya seadanya. Pasukan ketiga tentu merasa bersyukur sebab mereka telah mentaati pemimpinnya dengan sabar dan ikhlas.

Apa pesan sosialnya serta hikmah yang ada di dalamnya? Bahwa ketaatan kepada seorang pemimpin begitu sangat dibutuhkan, sebagaimana ketaatannya para Nabi kepada Tuhannya. Nah, sejarah politik modern terus berkembang mengikuti perkembangan ideologi dunia, di mana basis kultural bergeser mengikuti ritme kekuasaan. Tidak heran tirani, kezaliman, kesewenang-wenangan serta fitnah mewabah di tengah pergolakan politik. Hampir semua pemimpin mengalami "kritik" serta ronrongan secara politis. Apakah ini satu bukti ketidaktaatan ummat kepada pemimpinnya? ataukah pemimpin yang mana harus ditaati?

Problematik kebangsaan sejatinya harus dapat mengambil hikmah dari setiap sejarah kepemimpinan di bangsanya. Bukan berseteru atas dalih demokrasi dan keadilan. Karenanya, pemimpin yang baik adalah menaburkan kebaikan pada rakyatnya, bukan membuat diksi pembeda atasnya. Sebab negara maju tentu sangat ekuivalen dengan kepemimpinan suatu negara, sikap, perilaku, responsibilty, integritas, serta kemampuan merespon realitas sosial yang ada.

Mengambil hikmah adalah pelajaran yang sangat berarti bagi kehidupan sebagai bentuk instropeksi diri dan bercermin untuk masa depan suatu bangsa. Dan Indonesia sedapat mungkin mampu mengambil pelajaran dari pemimpin-pemimpin terdahulu. Mereka berkonflik dalam pemikiran tetapi tidak gadun dalam tindakan politik, kebangsaan selalu menjadi maindsef dalam proses berdemokrasi.

Saifuddin al Mughniy. Akademisi dan Penulis.

Posting Komentar

0 Komentar