Tanamkan Ideologi Trilogi Gerakan SII Dalam Jiwa

OPINI, ARUSMUDA.COM - Sebongkah emas tersimpan di bawah pohon beringin yang terkenal sakral, digali oleh sang konduktor penambang. Kepiawaiannya dalam menggali semakin terasa saat mampu menguasai kancah dunia politik, alhasil menjadikan dirinya negara hebat.

Runyamnya perpolitikan bangsa ini, karena itu adalah hasil garapan para penjajah yang berkedok kapital yang dimainkan bersama-sama dengan sekutunya. Mereka bebas memainkan skenario agar mencapai tujuannya yakni mendapatkan sebangkah emas itu.

Remote padanya dipegang. Di berbagai sisi dikuasainya, mulai bagamana ia berperan dalam pemerintahan, memegang konstitusi, hingga sampai pemungut sampah pun tak luput olehnya. Kekuasaan melimpah ruah di bumi pertiwi, semua dikuasainya.

Tak takutkah tahun ini dan tahun depan menjadi waktu permainannya agar melanggengkan kekuasaannya? Apalagi perhelakan politik di 2019 mendatang? Mampukah kita membendung permainan politik ala kolonialisme?

Semua itu hanya bisa dijawab oleh kita generasi yang cinta tanah air kita yang kita kenal akan kekayaan sumber daya alam apalagi emasnya. Lalu siapakah yang bisa menjadi pahlawan untuk menyelamatkan emas kita?

Sepertinya kita harus menengok ke belakang bagaimana perjuangan sang leluhur kita dalam menyelamatkan bangsa nan kaya ini. Salah satunya adalah eyang Tjokroaminoto yang merupakan pemimpin besar Sarekat Islam (SI) yang paling terkemuka di masa Hindia Belanda, masa di mana kolonialisme menguasai kurang lebih 300 tahun di tanah air.

Sosoknya seorang pejuang pergerakan yang memegang tampuk kepemimpinan Central Sarekat Islam (CSI), bahkan beliau sangat antipati terhadap semua bentuk penindasan dan ketidakadilan. Kebenciannya terhadap kapitalisme itu diwujudkan dalam bentuk pernyataan dan perbuatan nyata, baik dalam kapasitasnya sebagai pejuang, pemimpin CSI, seniman, bahkan sebagai orang biasa sekalipun.

Dia adalah salah satu tokoh yang memperkenalkan gerakan nasionalisme ke belanda dengan zelbestuur (pemerintahan sendiri). Dan inilah prestasi petualangannya selama memperjuangkan sebongkah emas itu.

Pertama, suksesnya dalam menyelenggarakan vergadering SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Telah menciptakan rapat akbar yang  berhasil menghadirkan 15 cabang SI, tiga belas di antaranya mewakili 80.000 orang anggota.

Kongres resmi yang perdana SI ini sendiri baru terlaksana pada 25 Maret 1913 di Surakarta di mana Tjokroaminoto terpilih menjadi wakil ketua CSI mendampingi Hadji Samanhoedi. Dalam posisi wakil ketua inilah Tjokro mulai menanamkan pengaruhnya.

Kedua, pada Kongres SI yang ke-II di Yogyakarta pada 19-20 April 1914 melejitkan namanya sebagai Ketua CSI menggantikan Samanhoedi. Di tangannya, SI mewujud menjadi organisasi politik pertama terbesar di nusantara. Bayangkan pada 1914, anggota resminya mencapai 400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000 orang.

Barulah kemudian di tahun 1917 sempat menurun menjadi 825.000, dan pada 1918 bahkan merosot lebih drastis lagi hingga pada kisaran 450.000, tetapi setahun berikutnya, tahun 1919, keanggotaan SI melesat sampai 2.500.000 orang.

Ketiga, dia seorang penulis buku, di antaranya adalah dua buku yang diberi judul Tarich Agama Islam serta Islam dan Sosialisme, juga menulis banyak artikel tentang materi keislaman. Meski Tjokro bukan seorang ahli agama yang benar-benar murni berkonsentrasi pada pemahaman ajaran Islam, tetapi Tjokroaminotolah yang menjadi Bapak Politik Umat Islam Indonesia.

Ia adalah begawan muslim yang mengajarkan pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia. Diapun juga seorang jurnalis, pernah memimpin suratkabar Otoesan Hindia yang merupakan organ internal SI sekaligus sebagai pemilik usaha percetakan Setia Oesaha di Surabaya.

Juga pernah terlibat dalam Bendera Islam bersama Agus Salim, Soekarno, Mr Sartono, Sjahbudin Latief, Mohammad Roem, AM Sangadji, serta aktivis Islam dan Nasionalis lainnya. Fadjar Asia pun terbit sebagai suratkabar pembela rakyat berkat kerja kerasnya bersama Agus Salim dan Kartosoewirjo.

Keempat, Tjokroaminoto menguasai bahasa Jawa, Belanda, Melayu, dan bahasa Inggris. Bahasa Jawa mengandung kelembutan dalam bentuk dan wujudnya, juga dalam pengucapannya. Namun, dalam kata-kata lembut itu termuat maksud dan isi yang tajam, serta seringkali berupa kiasan atau sindirian yang tak kalah menohok, dan itulah yang sering dilakukan Tjokro untuk “menghabisi” lawan bicaranya.

Tjokro juga mulai belajar bahasa Inggris, meski hanya sendiri tanpa guru yang mengajari. Tjokroaminoto sempat menghasilkan pidato dan beberapa tulisan tangkas berbahasa Inggris. Ilmu bahasa universal itu sempat ia terapkan untuk menerjemahkan tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Dan masih banyak lagi prestasi-prestasi gemilang yang diperoleh tokoh raja tanpa mahkota ini.  Tjokro yang bersemangat, dan melihat Islam sebagai alat untuk memperjuangkan nasionalisme, memperjuangkan persatuan nasional. Di lain waktupun mulai berpikir secara dikotomis yaitu membedakan Islam dan komunisme sebagai bagian terpisah dalam menafsirkan nasionalisme.

Waktu dan peluang yang tak disia-siakan olehnya, dia goreskan dengan perjuangan. Adakah sosok sepertinya lagi? Semua itu akan ada ketika kekuatan ideologi trilogi ini tertanam dalam jiwa. Yakni "sebersih-bersih tauhid, setinggi-tinggi ilmu dan sepandai-pandai siyasah". Karena ideologi inilah yang kemudian menjadikan dirinya menjadi mulia, hebat dan berprestasi hingga namanya menjadi tetap harum sampai sekarang.

Ahmad Abdul Basyir. Ketua Umum Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Kab. Takalar 2017 - 2019.

Posting Komentar

0 Komentar