SINJAI, ARUSMUDA.COM - Komite Pemantau Legislatif (KOPEL ) Indonesia mengecam sikap bebal Setya Novanto tetap bersikukuh bertahan menjabat kursi Ketua DPR hingga sekarang ini meski statusnya sebagai tersangka kasus korupsi mega proyek E-KTP dengan kerugian negara trilyunan rupiah.
Setya Novanto dipandang sebagai sosok yang tidak memiliki jiwa kenegarwanan sama sekali untuk bersikap legowo mundur demi menjaga marwah dan martabat dan kinerja lembaga DPR yang kian terpuruk. Sebaliknya, Setno yang juga Ketua Umum Golkar malah justru berpotensi menyalahgunakan kekuasaan secara leluasa mengkonsolidasikan kekuatan untuk melawan proses hokum yang sedang menjerat dirinnya.
"Mendesak Setno untuk bersikap legowo mengundurkan diri adalah cara yang sudah tidak tepat lagi. Mereka justru akan berupaya maksimal mempertahanan kekuasaan yang dimiliki selama ini. karena mereka sadar dengan kekuasaanlah mereka bisa mengkoslidasikan kekuatannya untuk meloloskan dirinya dari jerata hukum. Sumpah jabatan mengutamakan kepentingan umum di atas golongan dan pribadi sudah tidak berlaku baginya," ujar Syamsuddin Alimsyah, Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, kepada wartawan.
Menurut Syamsuddin Alimsyah, sekarang ini ada banyak pilihan lain yang bisa mempercepat pelengseran Setno dari DPR, selain dengan pengunduran diri. Dan ini juga diatur dengan jelas dalam UU MD3 Nomor 17 tahun 2014 serta Peraturan Tata Tertib DPRRI Nomor 1 tahun 2014.
Pertama, desakan kepada Partai Golkar tempat tersangka Setno selama ini bernaung agar segera bertanggungjawab dengan mengusulkan pemberhentian Setno sekaligus mengusulkan penggantinya sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 tahun 2014, khususnya pasal 13 ayat 2 huruf d. Dan Golkar sebenarnya pernah melakukan ini saat kasus Papa Minta Saham. Bahkan sejatinya Golkar segera bergerak cepat memberhentikan Setno sebagai Kader sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 huruf g. Bila tidak, maka Partai Golkar akan dicap oleh public sebagai partai yang melindungi orang-orang yang bermasalah hukum. Atau setidaknya Golkar akan dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi.
Kedua; Mendesak Mahkamah Kehormatan DPR untuk segera memproses Setno untuk memberhentikan secara tidak hormat karena dipandang sikapnya telah merusak citra DPR di mata public.
Ketiga; Mendesak kepada KPK untuk segera melakukan penahanan terhadap tersangka sekaligus mempercepat pelimpahan ke pengadilan. Dengan demikian sesuai pasal 18 ayat 1, huruf a, secara otomatis Setno akan diberhentikan sementara dari kursi DPR.
Keempat adalah mobilisasi gerakan mosi tidak percaya dari internal DPR sendiri untuk menolak kepemimpinan SN dengan semangat dan pertimbangan penyelamatan lembaga terhormat wakil rakyat. Meski disadari berat terwujud, melihat kondisi yang terjadi selama ini kelihatannya malah satu suara membela SN. Bahkan sekarang ini publik menilai, SN bukan hanya Ketua di Golkar namun the riil justru hampir di semua partai.
Setidaknya, sampai sekarang reaksi penolakan internal belum terdengar ke publik. Sebaliknya malah kekeuh melindungi dengan berbagai argumentasi. Namun demikian, langkah ini tetap dipandang perlu untuk memperlihatkan kepada publik atas kemauan kuat para wakil rakyat yang lain menjaga marwah DPR sebagai lembaga yang mengawal gerakan anti korupsi.
"Melihat perlawanan yang dilakukan selama ini seolah mengkonfirmasi ke publik bahwa SN adalah sosok yang banyak kawan yang berkepentingan melindungannya. Karenanya KPK seharusnya segera bergerak melakukan penahanan," ujar Syamsuddin Alimsyah, Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia kepada wartawan.
Sumber: KabarPena
0 Komentar