Cerita Pilu Anak Pesisir Takalar

REFLEKSI, ARUSMUDA.COM - Saya anak pesisir, lahir dan besar di Kabupaten Takalar, tepatnya di dusun Lamangkia, Desa Topejawa, Kecamatan Mangarabombang.

Hari ini saya akan menceritakan cerita lucu namun cenderung menyedihkan.

Dusun tempat tinggalku dihuni oleh sebagian besar masyarakat yang mata pencahariannya ada di laut. Kelestarian dan kekayaan laut di sepanjang pesisir ujung selatan pulau Sulawesi ini menjadi kunci kesejahteraan masyarakat di desaku, dan beberapa desa lain di Kabupaten Takalar.

Menurut data dari web resmi Kabupaten Takalar, Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km2, di mana 240,88 km2 di antaranya merupakan wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 74 km meliputi Kecamatan Mangarabombang, Kecamatan Mappakasunggu, Kecamatan Sanrobone, Kecamatan Galesong Selatan, Kecamatan Galesong Kota dan Kecamatan Galesong Utara.

Ada beberapa hal yang sangat saya sayangkan, namun saya  tak mampu berbuat banyak. Sekitar bulan Mei lalu, 16 nelayan di dusunku terpaksa ditangkap dan 15 orang di antaranya masih mendekam di penjara hingga saat ini karena telah menangkap ikan dengan cara menyelami langsung lautan dan membius ikan yang bahkan dapat merusak terumbu karang.

Hal ini mereka lakukan, karena tak ada cara lain lagi yang dapat mereka lakukan untuk dapat menghidupi keluarganya.

Saya tahu persis, merusak terumbu karang adalah perbuatan yang sangat kriminal dan kebijakan tegas dari meteri kelautan adalah niat yang sangat mulia. Terumbu karang sebagai rumah bagi banyak hewan laut hanya dapat tumbuh di ekosistem yang terjaga dan rata-rata pertumbuhannya hanya 1 cm per tahun.

Oleh sebab itu, mendapati yang laut yang tercemar, akan sangat mengganggu pertumbuhan  terumbu karang bahkan dapat mematikan semuanya. Tak usah tanyakan bagaimana kondisi keluarga yang harus mengihlaskan keluarganya tidak merakayan hari raya idul fitri bersama baru-baru ini.

Tapi di sisi lain, kebijakan yang sangat mulia ini dari mentri Susi Pujiastuti ditenggelamkan sendiri oleh kebijakan lain dari pemerintahan di bawahnya, sebut saja Gubernur dan Bupati yang mengizinkan penambangan pasir di sepanjang laut Takalar ini yang juga terjadi sejak bulan mei lalu.

Saya tak tahu persis sudah berapa banyak pasir yang disedot oleh kapal Fairway milik Royal Boskalis Belanda dari beberapa titik di sepanjang  pantai Takalar ini, yang pasti, PT. Gasing Sulawesi sebagai pihak yang bertanggung jawab telah merencanakan kegiatan pertambangan pasir laut seluas +- 1.001,6 Ha. yang berlokasi di wilayah perairan Galesong , Kec. Galesong Utara, Kab. Takalar, Prov. Sulsel ini.

Rencana tersebut berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel No. 02/1.01.P/P2T/01/2016 tentang izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi pasir laut yang dikeluarkan oleh badan koordinasi penanaman modal daerah UPT - Pelayaran Izin Terpadu Prov. Sulsel layanan Izin Terpadu tanggal 15 Januari 2016 (Tribun trimur, 13 Oktober 2016).

Kegiatan penambangan ini telah mendapatkan aksi penolakan dari ratusan masyarakat Takalar, namun belum juga mendapatkan respon yang jelas.

Lucu bukan? cenderung menyedihkan juga iya.

Ada kebijakan yang sangat tegas kepada rakyat kecil yang yang melakukan kriminal di laut, korbannya adalah terumbu karang dan kehidupan laut.

Namun di sisi lain, ada kebijakan yang juga tegas mengizinkan sebuah perusahaan untuk menyedot pasir di laut yang dengan tempat yang sama nelayan melakukan tindak kriminal tersebut di tangkap.

Jika dibandingan, siapa yang akan menghasilkan banyak korban? Atau siapa yang lebih kriminal?

Saya tidak sedang membela para nelayan di kampungku yang ditangkap itu, hanya bertanya apakah itu adil?

Sudah sangat jelas bukan? Pasir yang disedot di laut jelas akan mencermari laut, mengambil banyak pasir, akan mengakibatkan perubahan pola arus laut, sistem hidrologi, kualitas air, biota perairan, batimetri, dan aksebilitas nelayan serta lalulintas pelayaran laut dan dampak sosial terhadap masyarakat serta dampak lingkungan lainnya.

Berbagai ramalan pun muncul tentang beberapa pulau akan tenggelam dan beberapa garis pantai akan terkena abrasi (semoga bukan rumahku), yang jelasnya saat ini masyarakat mulai merasakan sulit mendapatkan ikan di laut.

Nurjayanti Imtitsal Falihah Nahilah. Warga Topejawa-Takalar. Bergiat sebagai CEO Kawan Jamur Makassar. Masih kuliah di FMIPA UNM. Ikut mendeklarasikan Komunitas Pena Hijau Takalar. 

Posting Komentar

1 Komentar